Minggu, 12 Januari 2014

Pelanggaran Etika Pada Kasus Korupsi Akil Mochtar (23210895)



Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
Dosen           : Bapak Misdiyono

               Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self Control” karena segala sesuatunya dibuat dan di terapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Sedangkan, Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembang profesi. Dengan telah adanya kode etik profesi masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Apalagi jika kode etik profesi tidak ada maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalah gunaan etika.
            Sepanjang 2013, masih diwarnai aksi nakal para pejabat yang mengkorup uang rakyat. Mengutip kata-kata Lord Acton: power tends to corrupt, tak heran jika pemangku-pemangku jabatan negeri itu tak kuasa melawan godaan korupsi. Sejumlah pejabat dan tokoh politik papan atas ditetapkan sebagai tersangka, ditahan, dan dieksekusi ke balik bui karena korupsi. Korupsi merupakan salah satu tindakan pelanggaran etika yang sangat berat karena korupsi telah membuat banyak hidup rakyat banyak menjadi menderita. Salah satunya adalah kasus korupsi Akil Mochtar.
            Penangkapan Akil merupakan pukulan telak bagi dunia hukum. Akil yang tengah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap KPK di rumah dinasnya, 2 Oktober 2013. Dia ditangkap bersama anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nalau.
            KPK menduga, Akil menerima uang Rp 3 miliar dari pengusaha itu untuk memuluskan jalan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah Hambit Bintih di perkara sengketa pilkada yang ditangani MK.
Kasus ini tak berhenti di situ saja. KPK kemudian mengembangkan kasus dengan menangkap pengusaha lainnya, Tubagus Chaeri Wardana di kediamannya di Jakarta di malam yang sama. Tubagus diketahui adalah adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. KPK menduga Tubagus mengalirkan uang Rp 1 miliar kepada Akil melalui pengacara Susi Tur Andayani terkait perkara sengketa pilkada Lebak, Banten.
KPK juga menangkap Susi. Baik Akil, Chairun Nisa, Cornelis, Hambit, Tubagus, dan Susi kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap-menyuap. Selain kasus suap, KPK juga menjerat Akil dengan pasal pencucian uang. Terkait kasus pencucian uang tersebut, KPK kemudian menyita sejumlah aset atau harta kekayaan milik Akil.

Pendapat Saya:
Pada saat penangkapan Akil Mochtar tengah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Ada suatu ungkapan bahwa seorang hakim di dunia ini dianggap sebagai tangan tuhan karena setiap keputusan yang di buatnya akan menghukum seseorang untuk menembus kejahatan yang telah di perbuatnya. Tetapi dalam kasus akil, membuat masyarakat meragukan ungkapan itu karena seorang hakim seperti akil yang tengah menjabat sebuah tanggung jawab seorang ketua mahkamah saja bisa terkibat kasus korupsi.
Etika seharusnya menjadi pegangan bagi para pemimpin kita dalam melakukan setiap kegiatan profesi mereka masing-masing terlebih lagi kasus korupsi selalu menghinggapi tubuh para pemimpin yang ada di negara ini. Etika sebenarnya dapat kita pupuk dari usia  dini karena etika tidak dapat kita cari dan di temukan melainkan kita lah yang harus membuat etika tersebut tumbuh dalam diri kita.
Korupsi di negara kita telah merajalela sampai-sampai penegak hukum kita juga terjerat dalam kasus ini. Bagaimana bisa negara kita terbebas dalam jerat korupsi yang semakin mencekik tubuh negara kita yang semakin lama menghilangkan rasa ketidak percayaan masyarakat luas kepada para pemimpin negara ini. Pelanggaran etika jauh lebih berbahaya di banding kan pelanggaran hukum karena pelanggaran etika dapat mencoret harga diri sesorang dan menghilangkan rasa percaya orang terhadap pelaku pelanggaran etika.
Harapan saya sebagai penulis semoga tahun-tahun mendatang pelanggaran etika seperti kasus korupsi tidak akan terjadi kembali agar negara ini menjadi negara yang bersih tanpa korupsi.